Rangkuman Mata Kuliah Manajemen Project Pertemuan 13

Penelitian dan pengembangan

Dalam penelitian dan pengembangan pada manajemen proyek ada aspek-aspek manajemen proyek yang perlu dipertimbangkan sehingga penelitian dan pengembangan yang dilakukan akan tepat sasaran atau efektif dan efisien sehingga penelitian dan pengembangan dapat membantu pelaksanaan proyek sehingga output Proyek dapat tercapai sesuai dengan sasaran dan tujuan yang direncanakan.
Beberapa aspek yang dapat diidentifikasi dan menjadi masalah dalam manajemen Proyek serta membutuhkan penanganan yang cermat adalah sebagai berikut:

  • Aspek Keuangan

Masalah ini berkaitan dengan pembelanjaan dan pembiayaan proyek. Biasanya berasal dari modal sendiri dan/atau pinjaman dari bank atau investor dalam jangka pendek atau jangka panjang. Pembiayaan proyek menjadi sangat krusial bila proyek berskala besar dengan tingkat kompleksitas yang rumit, yang membutuhkan analisis keuangan yang cermat dan terencana.

  • Aspek Anggaran Biaya

Masalah ini berkaitan dengan perencanaan dan pengendalian biaya selama proyek berlangsung. Perencanaan yang matang dan terperinci akan memudahkan proses pengendalian biaya, sehingga biaya yang dikeluarkan sesuai dengan anggaran yang direncanakan. Jika sebaliknya, akan terjadi peningkatan biaya yang besar dan merugikan bila proses perencanaannya salah.

  • Aspek Manajemen Sumber Daya Manusia

Masalah ini berkaitan dengan kebutuhan dan alokasi SDM selama proyek berlangsung yang berfluktuatif. Agar tidak menimbulkan masalah yang kompleks, perencanaan SDM didasarkan atas organisasi proyek yang dibentuk sebelumnya dengan melakukan langkah-langkah, proses staffing SDM, deskripsi kerja, perhitungan beban kerja, deskripsi wewenang dan tanggung jawab SDM serta penjelasan tentang sasaran dan tujuan proyek.

  • Aspek Manajemen Produksi

Masalah ini berkaitan dengan hasil akhir dari proyek; hasil akhir proyek negatif bila proses perencanaan dan pengendaliannya tidak baik. Agar hal ini tidak terjadi, maka dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan produktivitas SDM, meningkatkan efisiensi proses produksi dan kerja, meningkatkan kualitas produksi melalui jaminan mutu dan pengendalian mutu.

  • Aspek Harga

Masalah ini timbul karena kondisi eksternal dalam hal persaingan harga, yang dapat merugikan perusahaan karena produk yang dihasilkan membutuhkan biaya produksi yang tinggi dan kalah bersaing dengan produk lain.

  • Aspek Efektivitas dan Efisiensi

Masalah ini dapat merugikan bila fungsi produk yang dihasilkan tidak terpenuhi/tidak efektif atau dapat juga terjadi bila faktor efisiensi tidak dipenuhi, sehingga usaha produksi membutuhkan biaya yang besar.

  • Aspek Pemasaran

Masalah ini timbul berkaitan dengan  perkembangan faktor eksternal sehubungan dengan persaingan harga, strategi promosi, mutu produk serta analisis pasar yang salah terhadap produksi yang dihasilkan.

  • Aspek Mutu

Masalah ini berkaitan dengan kualitas produk akhir yang nantinya dapat meningkatkan daya saing serta memberikan kepuasan bagi pelanggan.

  • Aspek Waktu

Masalah waktu dapat menimbulkan kerugian biaya bila terlambat dari yang direncanakan serta akan menguntungkan bila dapat dipercepat.

 

Dosen Pengampu : Ibu Iis Rostiawati, S.E., M.M.

Source :

Husen, Abrar. 2011. Manajemen Proyek. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Rangkuman Mata Kuliah Manajemen Project Pertemuan 12

Pengendalian Proyek

Sebagai salah satu fungsi dan proses kegiatan dalam manajemen proyek yang sangat mempengaruhi hasil akhir proyek adalah pengendalian yang mempunyai tujuan utama meminimalisasi segala penyimpangan yang dapat terjadi selama proses berlangsungnya proyek.

Menurut R.J Mockler [1972] pengendalian didefinisikan sebagai:

Usaha yang sistematis untuk menentukan standar yang sesuai dengan sasaran dan tujuan perencanaan, merancang sistem informasi, membandingkan pelaksanaan dengan standar, menganalisis kemungkinan penyimpangan, kemudian melakukan tindakan koreksi yang diperlukan agar sumber daya dapat digunakan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai  sasaran dan tujuan.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian membutuhkan standar atau tolak ukur sebagai pembanding, alat ukur kinerja, dan tindakan koreksi yang akan dilakukan bila terjadi penyimpangan. Kegiatan yang dilakukan dalam proses pengendalian dapat berupa pengawasan, pemeriksaan serta tindakan koreksi, yang dilakukan selama proses implementasi.

Sasaran dan tujuan proyek seperti optimasi kinerja biaya, mutu, waktu dan keselamatan kerja harus memiliki format standar dan kriteria sebagai alat ukur, agar dapat mengindikasikan pencapaian kinerja proyek. Alat ukur yang digunakan dapat berupa jadwal, kuantitas pekerjaan, standar mutu/spesifikasi pekerjaan, serta standar keselamatan dan kesehatan kerja, yang untuk selanjutnya diproses dalam suatu sistem informasi, Sistem informasi ini mengolah data-data yang kemudian menghasilkan informasi penting untuk pengambilan keputusan.

Bila hasil sistem informasi mengindikasikan terdapat penyimpangan terhadap standar yang telah ditentukan, tindakan selanjutnya adalah melakukan koreksi, seperti mengubah metode pelaksanaan, mengeluarkan biaya untuk penambahan tenaga kerja, peralatan dan material serta perbaikan penjadwalan, perbaikan mutu pekerjaan yang disesuaikan dengan standar dan kebutuhan sesungguhnya.

Indikator Kinerja Proyek

Untuk memudahkan pengendalian proyek, pengelola proyek seharusnya mempunyai acuan sebagai sasaran dan tujuan pengendalian. Oleh karena itu, indikator-indikator tujuan akhir pencapaian proyek haruslah ditampilkan dan dijadikan pegangan selama pelaksanaan proyek. Indikator-indikator yang biasanya menjadi sasaran pencapaian tujuan akhir proyek adalah kinerja biaya, mutu, waktu, dan keselamatan kerja.

Indikator Kinerja Biaya

Biaya pengelolaan proyek adalah hal vital yang harus dicermati pengendaliannya agar tidak terjadi kerugian-kerugian yang dapat membuat proyek terhenti atau mengalami keterlambatan karena tidak adanya pasokan keuangan untuk pembelian material, pembayaran sewa alat, pembayaran tenaga kerja serta operasional proyek. Untuk memantau keuangan proyek diperlukan indikator arus kas proyek yang menunjukkan rencana dan aktual penggunaan biaya dalam periode waktu proyek.

Indikator Kinerja Waktu

Hal yang berlaku umum saat ini dalam monitor dan evaluasi proyek dalam mengendalikan waktu adalah kurva S, yaitu plotting dari kumulatif persentase bobot pekerjaan dari nilai biaya, yang dapat merepresentasikan kemajuan dari awal hingga akhir proyek. Kurva S adalah alat monitor dan evaluasi yang informatif, apalagi dengan tampilan kombinasi menggunakan diagram batang, sehingga pengelola proyek dapat cepat mengantisipasi bila ada penyimpangan pada proyek. Untuk mempermudah monitoring dan evaluasi, diberikan baseline pada periode tertentu untuk memprediksi progres di masa datang

Indikator Kinerja Biaya dan Waktu

Bentuk lebih progresif yang ada dalam fasilitas perangkat lunak komputer dalam monitor dan evaluasi proyek untuk mengendalikan waktu dan biaya adalah bentuk kurva S yang dimodifikasi dengan 3 indikator, yaitu:

  1. Rencana dari volume dan biaya pekerjaan (BCWS)
  2. Realisasi dari volume pekerjaan dan rencana Biaya (BCWP)
  3. Realisasi biaya dan volume pekerjaan (ACWP)

 

 

Dosen Pengampu : Ibu Iis Rostiawati, S.E., M.M.

Source :

Husen, Abrar. 2011. Manajemen Proyek. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Rangkuman Mata Kuliah Manajemen Project Pertemuan 11

Rekayasa Nilai (Value Engineering)

Value engineering atau rekayasa nilai secara umum dapat diartikan sebagai suatu usaha kreatif dalam mencapai suatu tujuan dengan mengoptimalkan biaya dan kinerja dari suatu fasilitas atau sistem. Oleh Zimmerman, rekayasa nilai diartikan suatu teknik manajemen yang terbukti berhasil, dengan menggunakan pendekatan sistematis untuk mendapatkan keseimbangan fungsional dan biaya, kesinambungan dan tambahan manfaat dari suatu barang atau jasa. Dalam praktiknya rekayasa nilai tidak hanya melakukan kegiatan penghemaran biaya, tetapi juga tetap mendapatkan fungsi yang meningkat, sehingga efektivias dan efisiensinya terjamin dan mendapatkan manfaat yang setinggi-tinginya. Dengan demikian rekayasan nilai dapat diartikan sebagai :

  1. Melakukan kajian dengan menjamin fungsinya tetap seperti yang diinginkan.
  2. Fungsi menjadi tolak ukur dari pencarian alternatif pemecahan masalah.
  3. Selain adanya kriteria biaya rendah, juga didapatkan kinerja yang tinggi.
  4. Optimas biaya dan kinerja untuk mendapatkan manfaat bersih yang besar.

Proses rekayasa nilai membutuhkan seorang yang profesional/tim dapat bertindak sebagai konsultan rekayasa nilai, dengan kemampuan sebagai berikut :

  1. Mampu mengoptimalkan biaya yang diperlukan dengan tetap menjaga efektivitas instalasi proyek yang dikerjakan.
  2. Mampu mengalokasikan dana dan waktu yang diperlukan sesuai dengan tujuan dan sasaran proyek.
  3. Mampu menggunakan manajemen perencanaan yang matang dalam penentuan efektivitas pemecahan masalah yang dihadapi.
  4. Mampu menggunakan tinjauan rekayasa nilai dalam multi disiplin ilmu.
  5. Mendokumentasikan hasil yang diperoleh guna inovasi di masa datang.

Pelaksanaan rekayasa nilai dilakukan dengan waktu tahapan sebagai berikut :

  1. Pada tahapan selama atau segera setelah detail design engineering belum diserahkan kepada kontraktor, di mana tanggung jawab studi adalah pemilik proyek. Konsultan rekayasa nilai yang ditunjuk oleh pemilik proyek melakukan penyempurnaan desain serta mencari alternatif lain, baik jenis dan spesifikasi material ataupun dimensi dari instalasi yang akan dibangun tanpa mengurangi fungsi instalasi yang diinginkan.
  2. Pada tahapan selama atau sebelum pelaksanaan konstruksi, dengan tanggung jawab kontraktor. Setelah menerima dokumen kontrak yang terdiri atas spesifikasi teknis dan gambar-gambar kerja, kontrakror mengevaluasi penggunaan material, baik spesifikasi, jenis maupun dimensinya berdasarkan pengalaman kontraktor melakukan pekerjaan sejenis. Bila hasil evaluasi diperoleh penghematan biaya, maka pemilik proyek memberikan bonus kepada kontraktor sebagai jasa tata usahanya melakukan penghematan.

Proses rekayasa nilai dilakukan dalam kerangka sistematis sehingga hasil akhir yang dicapai sesuai tujuan yang direncanakan, dengan cara-cara sebagai berikut:

  1. Melakukan identifikasi masalah dengan mengumpulkan informasi dan data dari perencanaan yang telah ada  ebelumnya serta dari dokumen perencanaan proyek yang sedang ditangani. Kemudian, dilakukan perumusan masalah berdasarkan fakta-fakta yang didapat dari identifikasi masalah.
  2. Mengkaji obyek di mana rekayasa nilai hendak dilakukan dengan acuan fungsi dari instalasi tetap, bahkan kalau dapat meningkat. Lalu, dihitunglah biaya alternatif sebagai hasil kajian terhadap fungsi obyeknya.
  3. Melakukan analisis biaya versus fungsi terhadap beberapa alternatif untuk mendapatkan solusi terbaik dari segi biaya, fungsi dan kinerja instalasi/obyek.
  4. Setelah didapatkan solusi terpilih, hasil rekayasa nilainya dikembangkan dan diverifikasi terhadap standar-standar yang berlaku serta pengalaman-pengalaman lain yang telah dilakukan sebelumnya.
  5. Kemudian biaya rekayasa nilainya ditetapkan dengan tambahan pertimbangan-pertimbangan teknis.
  6. Pada akhirnya, hasil rekayasa nilai didokumentasikan dan dipaparkan
    kepada pemilik proyek untuk memperoleh persetujuan.

Dalam membandingkan suatu obyek dengan obyek alternatif, biasanya dibuat kriteria sebagai acuan pemberian scoring berdasarkan tingkatan manfaat.

 

Dosen Pengampu : Ibu Iis Rostiawati, S.E., M.M.

Source :

Husen, Abrar. 2011. Manajemen Proyek. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Rangkuman Mata Kuliah Manajemen Project Pertemuan 10

Pengendalian Sumber Daya Proyek

Pengendalian sumber daya adalah salah satu cara pengendalian proyek yang berhubungan dengan penggunaan sumber daya agar alokasi jumlahnya logis dengan keterbatasan yang ada juga agar penggunaannya lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan proyek.

Penggunaan sumber daya merupakan termasuk hal penting dalam pelaksanaan dan pengendalian proyek, karena berhubungan dengan biaya pelaksanaan dan jadwal penggunaannya agar diperoleh penggunaan sumber daya yang optimal, sehingga perlu dibuatkan jadwal tersendiri, sebagai sub-jadwal yang disesuaikan dengan jadwal induknya.

Bentuk-bentuk pelaporan proyek diusahakan dengan prinsip-prinsip, mudah dibaca dan diperbarui, dan sederhana, dengan jumlah yang sesuai kebutuhan, ada pemisahan terhadap laporan-laporan karena ada perhatian khusus terhadap jadwal induk, sub-jadwal biaya material, peralatan, dan tenaga kerja serta cashflow proyek.

Laporan Progres Penggunaan Sumber Daya

Penggunaan sumber daya berupa tenaga kerja, peralatan dan material sangat mempengaruhi kinerja waktu proyek. Perencanaan sumber daya biasanya telah terintegrasi dengan perencanaan jadwal proyek keseluruhan karena semuanya saling berhubungan. Laporan aktual dibuat untuk memudahkan pengendalian seriap sumber daya yang digunakan. Laporan ini menjadi data pendukung untuk pengambilan keputusan berikutnya.

Format laporan ini dibuat secara berkala dalam basis harian, mingguan, atau bulanan, disesuaikan dengan kebutuhan proyek. Data kebutuhan sumber daya menjadi input dalam menentukan metode-metode penjadwalan seperti network planning dan diagram batang, yang dibuat secara manual atau menggunakan software komputer.

Baris tenaga kerja dapat dirinci lagi menjadi pekerja, tukang, kepala tukang dan mandor atau lainnya dengan detail jumlah penggunaanya, demikian pula dengan material dan peralatan. Penggunaan sumber daya dikendalikan setiap saat agar tidak melebihi kapasitas maksimum yang ada. Dan bila melebihi, perataan sumber daya dapat dilakukan dengan cara meratakan distribusi sumber daya di sepanjang proyek. Data dan informasi tersebut dapat digunakan untuk plotting network, diagram batang serta sub-jadwal Sumber Daya berdasarkan keterbatasan yang ada dengan membandingkannya terhadap rencana, untuk memudahkan tindakan selanjutnya.

Penjadwalan Sumber Daya

Penjadwalan sumber daya seperti tenaga kerja, peralatan, material dan modal atau biaya dapat merupakan bagian dari master schedule atau dapat juga sebagai bagian yang terpisah darinya sebagai subschedul.

Untuk proyek yang cukup kompleks, pemilahan schedule sumber daya dari master schedule, dengan detailnya dilakukan pada subschedule, adalah langkah terbaik untuk memudahkan monitoring. Tujuan penjadwalan sumber daya adalah memastikan jumlah atau jenis sumber daya dapat diketahui sejak awal dan tersedia bila dibutuhkan. Tetapi bila ketersediaan sumber daya terbatas, maka biasanya durasi proyek menjadi lebih lambat dari yang direncanakan. Sebaliknya, dengan menambah jumlah sumber daya, durasi proyek dapat dipercepat. Bila ketersediaan sumber daya cukup tetapi distribusi selama berlangsungnya proyek berfluktuasi, maka hal ini akan mengurangi tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya. Bila jumlah sumber daya yang dimiliki terbatas dan ketersediaannya tidak mencukupi, sedangkan durasi adalah batasan kurun waktu proyek, maka penjadwalan dapat dilakukan dengan perataan sumber daya (resources leveling).

Penjadwalan Sumber Daya yang Terbatas

Sumber daya yang terbatas adalah salah satu alasan mengapa penjadwalan diperlukan. Penjadwalan dimaksudkan supaya pelaksanaan proyek tetap dapat berlangsung, caranya dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang terbatas tersebut yang diusahakan juga durasi proyeknya tidak menjadi terlalu terlambat.

Sumber daya yang terbatas karena ketersediaannya yang memang langka dapat membuat masalah besar bagi pelaksanaan proyek, karena hal ini akan memengaruhi durasi proyek. Makin sedikit jumlah ketersediaannya, durasi proyek akan semakin lama karena banyak kegiatan yang tidak dapat dilakukan. Akibatnya adalah adanya sangsi dari pemilik proyek yang berupa denda atau pemutusan hubungan kerja sepihak karena keterlambatan proyek. Oleh karena itu, perencanaan sumber daya yang langka seperti peralatan/mesin dengan teknologi tinggi, tukang khusus ukir/pahat, dan material yang harus diimpor, peralatan yang memerlukan impor dari luar negeri, harus dibuat sebaik mungkin agar durasi kegiatannya tidak terganggu.

Ada dua jenis batasan yang harus diperhatikan dalam penjadwalan proyek, karena batasan tersebut berpengaruh terhadap waktu kerja dari suatu kegiatan. Dua batasan tersebut adalah:

  1. Batasan Hubungan Kegiatan, batasan yang diakibatkan oleh hubungan antar kegiatan pada beberapa kegiatan.
  2. Batasan Kondisi Sumber Daya, batasan yang diakibatkan oleh ketidaktersediaan sumber daya.

Selain itu, ada 4 aturan yang dapat diterapkan pada penjadwalan proyek dalam hubungannya dengan alokasi sumber daya yang terbatas, yaitu:

  1. Memprioritaskan kegiatan yang mempunyai batasan kegiatan-kegiatan dengan sumber daya maksimum, Ialu dilakukan penjadwalan terhadap kegiatan tersebut dengan basis kontinyu.
  2. Memprioritaskan pada kegiatan kritis atau mendekati kritis dengan total float paling rendah, lalu dilakukan penjadwalan terhadap kegiatan tersebut dengan cara basis kontinyu.
  3. Memprioritaskan pada kegiatan yang mempunyai durasi paling pendek, lalu dilakukan penjadwalan terhadap kegiatan tersebut dengan cara basis kontinyu.
  4. Setelah salah satu dari 3 aturan diatas terpenuhi, dilakukan pada kegiatan dengan prioritas rendah dengan cara basis terputus, kemudian dilakukan interupsi oleh kegiatan yang lebih tinggi prioritasnya.

Perataan Sumber Daya (Resources Leveling)

Perataan sumber daya adalah meratakan frekuensi alokasi sumber daya dengan tujuan memastikan bahwa jumlah/jenis sumber daya dapat diketahui dari awal dan tersedia bila dibutuhkan. Biasanya bila jumlah sumber daya dikurangi, durasi akan bertambah, sebaliknya bila jumlah sumber daya ditambah, durasi akan berkurang. Tujuan dari perataan sumber daya adalah untuk menjadwalkan kegiatan pada proyek yang disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya dan pola penyebaran yang logis sehingga durasi proyek tidak melampaui batas berlebihan. Variasi penyebaran sumber daya dari satu periode ke periode lainnya diusahakan dapat tetap pada suatu batas mimimum kebutuhannya, sehingga hasil yang dicapai dapat memenuhi sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan sumber daya yang ada.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perataan sumber daya adalah mengidentifikasi sumber daya yang terbatas dan yang dibutuhkan untuk seluruh jumlah durasi dari suatu proyek. Ini karena alokasi sumber daya yang langka dan ketersediaannya terbatas harus diprioritaskan.

Bila ketersediaannya tidak mencukupi, pengadaanya akan menimbulkan biaya yang lebih tinggi. Perataan sumber daya dimaksudkan agar alokasi tingkat pemakaian sumber daya dapat diketahui sehingga penyelesaian proyek menjadi lebih logis. Dalam perataan sumber daya, biasanya durasi proyek dianggap tetap, sedangkan jumlah sumber daya diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ketersediaan.

Ada beberapa pola distribusi sumber daya selama durasi proyek, yaitu:

  1. Pola kebutuhan sumber daya sepanjang durasi proyek dengan bentuk berfluktuasi.
  2. PoIa kebutuhan sumber daya sepanjang durasi proyek dengan jumlah tetap/sama.
  3. Pola kebutuhan sumber daya sepanjang durasi proyek dengan bentuk bervariasi.

Metode perataan sumber daya bertujuan mendapatkan pola kebutuhan sumber daya yang sesuai. Metode ini dapat dilakukan dengan cara:

  1. Memulai seluruh kegiatan proyek berada di antara waktu mulai paling awal dan waktu mulai paling lambat, sehingga durasi proyek tidak bertambah.
  2. Berdasarkan ketersediaan waktu yang dibatasi dengan mengatur sumber daya yang dibutuhkan yang jumlah dan pola penyebarannya diatur sedemikian rupa.
  3. Berdasarkan ketersediaan sumber daya yang terbatas karena kelangkaan dengan menambah durasi proyek sehingga proyek dapat menjadi lebih lambat dari yang direncanakan.
  4. Berdasarkan penjadwalan dengan membuat diagram batang non-kontinu dengan mengintrupsi suatu kegiatan oleh kegiatan yang lainnya.

Dari semua hal di atas, perataan sumber daya dimaksudkan untuk meningkatkan produktifitas, efektifitas dan efisiensi penggunaannya, menjaga pola penyebaran yang logis dari segi kuantitas serta menempatkan kualitas sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan proyek dan diharapkan dengan durasi yang tidak berubah. Dengan demikian alokasi distribusi sumber daya yang proporsional akan memberikan keuntungan bagi proyek sehingga pemanfaatan sumber dayanya terencana dengan baik dan hal ini akan mempengaruhi juga sebagai kinerja proyek secara keseluruhan.

 

Dosen Pengampu : Ibu Iis Rostiawati, S.E., M.M.

Source :

Husen, Abrar. 2011. Manajemen Proyek. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Rangkuman Mata Kuliah Manajemen Project Pertemuan 9

Pengelolaan Biaya Proyek

Biaya pengelolaan proyek adalah hal vital yang harus dicermati pengendaliannya agar tidak terjadi kerugian-kerugian yang dapat membuat proyek terhenti atau mengalami keterlambatan karena tidak adanya pasokan keuangan untuk pembelian material, pembayaran sewa alat, pembayaran tenaga kerja serta operasional proyek. Untuk memantau keuangan proyek diperlukan indikator arus kas proyek yang menunjukkan rencana dan aktual penggunaan biaya dalam periode waktu proyek, hal ini dapat ditunjukkan dengan histogram rencana dari anggaran biaya pelaksanaan proyek seperti, arus kas masuk yang terdiri dari pembayaran termin oleh pemilik proyek secara periodik selama durasi proyek, sedangkan arus kas keluarnya terdiri dari direct cost dan indirect cost untuk pembayaran material, penyewaan alat, pembayaran tenaga kerja, serta operasional proyek yang dikeluarkan selama durasi proyek.

Untuk pengendalian keuangan proyek selain dibuatkan perencanaan arus kas, juga dibuatkan arus kas untuk keadaan aktualnya sehingga memudahkan untuk melakukan koreksi bila terjadi penyimpangan di luar dugaan. Selain itu tiap periode juga dapat dimonitor dengan menentukan baseline menyesuaikan penjadwalan waktu, sehingga bila ada penyimpangan pada direct cost dan indirect cost, dapat segera diantisipasi sehingga kas proyek tidak menjadi negatif, yang menyebabkan kerugian bagi proyek.

Kontraktor menyusun anggaran belanja dan aliran kas proyek berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang dialokasikan oleh pemilik proyek. Kontraktor atas dasar tersebut mengkaji ulang nilainya secara cermat sehingga dapat menyusun rencana anggaran pelaksanaan proyek (RAPP) dengan asumsi nilai pada RAB masih layak dan sedapat mungkin dihemat lagi mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

  1. Ketidakpastian kondisi lapangan serta kemampuan tenaga kerja lokal dan sumber material dapat direduksi dengan mengalokasikan biaya risiko.
  2. Bila salah perhitungan pada penawaran lelang, segera dilakukan identifikasi permasalahan dan dicari solusinya agar perusahaan tidak rugi.
  3. Menekan nilai pada RAB, pada RAPP akan memperbesar cadangan keuangan dengan keuntungan yang lebih besar.
  4. RAPP disusun lebih detail lagi dengan membuat diagram arus kas dalam interval waktu mingguan, bulanan, atau tahunan.

 

Dosen Pengampu : Ibu Iis Rostiawati, S.E., M.M.

Source :

Husen, Abrar. 2011. Manajemen Proyek. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Rangkuman Mata Kuliah Manajemen Project Pertemuan 7

Perencanaan Mutu

Dalam upaya mencapai kesepahaman di antara konsumen dan produsen tentang mutu produk dan pelayanannya, maka diperlukan standar yang mengatur spesifikasi dan kriteria dari produk dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Beberapa negara telah mengeluarkan standar mutu, yang dibuat karena ada tuntutan pasar terhadap mutu produk dan jasa yang dibeli konsumen. Beberapa di antara mereka adalah Jerman [DIN (Deutsches Institut fur Normung)], Jepang [JIS (Japan Industrial Standard)], Inggris [BSI (British Standards Institute)], dan Amerika [ANSI (American National Standards Institute)]. Di Indonesia standar mutu tersebut dinamakan SNI (Standar Nasional Indonesia). Dunia internasional juga telah mengenal standar sistem mutu dan telah banyak dipakai di berbagai negara, yaitu ISO 9000 (International Organization for Standardization), yang pertama kali diluncurkan pada tahun 1987 dan berkantor pusat di Swiss.

Menurut ISO 8402, Mutu didefinisikan sebagai berikut:

Mutu adalah sifat dan karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan atau pemakai.

Sebagai salah satu tolak ukur dari sasaran dan tujuan proyek, persyaratan mutu biasanya ditetapkan dalam suatu spesifikasi dan kriteria dari suatu perencanaan. Perencanaan mutu dibuat agar produk akhir yang nantinya diperoleh sesuai dengan tuntutan kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu, kita harus mengidentifikasi persyaratan produk dan menentukan arah tindakan yang menjamin terpenuhinya persyaratan dengan menyusun program penjaminan mutu (quality assurance) dan pengendalian mutu (quality control). Beberapa kontraktor proyek konstruksi di Indonesia telah menggunakan standar sistem mutu ISO 9000:2000 dalam usaha memenuhi tuntutan pemilik proyek yang makin kritis dan ingin mendapatkan hasil terbaik dari produk dan jasa pelayanan kontraktor.

Manajemen Sistem Mutu ISO 9000:2000 untuk Proyek

Sistem manajemen mutu yang efektif dan pendekatannya sistematis dibuat dengan menetapkan aktivitas-aktivitas kritis yang memerlukan prosedur, lalu membuat indeks atas prosedur yang telah didokumentasi dan menilai tingkat rinci terhadap mutu yang diinginkan. Kemudian melakukan identifikasi terhadap prosedur kunci yang memengaruhi kelancaran proyek.

Struktur dokumentasi dari sistem mutu dibagi menjadi 3 bagian.

  1. Manual Mutu, berisi kebijakan yang berkaitan dengan komitmen penerapan, pencapaian, dan pemenuhan persyaratan standar sistem mutu ISO 9000:2000.
  2. Prosedur, adalah uraian tentang proses pekerjaan, terdiri atas serangkaian aktivitas dan melibatkan banyak fungsi. Prosedur dapat menjadi pedoman cara kerja dan sebagai sarana untuk menilai efektivitas sistem mutu yang dibuat.
  3. Instruksi Kerja, menguraikan langkah-langkah rinci dari suatu aktivitas yang termuat dalam prosedur dan melibatkan satu fungsi saja, biasanya disertakan bentuk diagram alir, form, dan laporan.

Agar manajemen sistem mutu dapat berjalan sesuai tujuan perusahaan, dibentuk Manajemen Representatif Bidang Pengembangan Mutu yang bertanggung jawab terhadap perencanaan dan pemeliharaan implementasi jaminan mutu yang ditentukan dalam standar sistem mutu ISO 9000:2000. Secara organisatoris Bidang Pengembangan Mutu ini bertanggung jawab langsung kepada pimpinan perusahaan. Bidang ini juga mempersiapkan struktur organisasi serta personel yang nantinya bertugas merencanakan program mutu serta mengendalikan dan melakukan audit internal terhadap pemenuhan persyaratan system mutu ISO 9000:2000.

 

Dosen Pengampu : Ibu Iis Rostiawati, S.E., M.M.

Source :

Husen, Abrar. 2011. Manajemen Proyek. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Rangkuman Mata Kuliah Manajemen Project Pertemuan 6

Work Breakdown Structure

WBS biasanya merupakan diagram terstrukrur dan hierarki berupa diagram pohon (tree strcuture diagram). Penyusunan WBS dilakukan dengan cara tap down, dengan tujuan agar komponen-komponen kegiatan tetap berorientasi ke tujuan proyek. WBS juga memudahkan penjadwalan dan pengendalian karena merupakan elemen perencanaan yang terdiri atas kerangka-kerangka seperti di bawah ini.

  • Kerangka penjabaran program
  • Kerangka perencanaan detail
  • Kerangka pembiayaan
  • Kerangka penjadwalan
  • Kerangka cara pelaporan
  • Kerangka penyusunan organisasi

Dari kerangka-kerangka tersebut, WBS dapat membantu proses penjadwalan dan pengendalian dalam suatu sistem yang terstruktur menurut hierarki yang makin terperinci, sampai pada lingkup yang makin kecil berupa paket-paket pekerjaan dengan aktivitas yang jelas. Paket-paket pekerjaan ini nantinya dapat dikelola sebagai unit kegiatan yang diberi kode identifikasi yang kinerja, biaya, mutu dan waktunya dapat diukur. Oleh karena itu, penyempurnaan dan tindakan koreksi dapat dilakukan bila terdapat penyimpangan-penyimpangan selama pelaksanaan proyek.

Oleh karena itu, WBS dapat dipakai untuk membagi seluruh level proyek menjadi elemen-elemen kerja, menjelaskan proyek dalam satu format struktur level, fasilitas, dan mencakup seluruh item pekerjaan hingga selesai, pemecahan level sampai pada paket pekerjaan terakhir dengan kegiatan yang jelas dan cukup untuk perencanaan detail sebagai fase awal proyek.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan WBS secara umum disusun berdasarkan klasifikasi sebaga berikut:

  • Pembagian berdasarkan area/lokasi yang berbeda
  • Pembagian kategori yang berbeda untuk tenaga kerja, peralatan dan material
  • Pembagian subdivisi pekerjaan berdasarkan spesifikasi pekerjaan
  • Pembagian pihak, seperti kontraktor utama, subkontraktor dan pemasok

Klasifikasi di atas dapat membantu menentukan tingkatan WBS untuk memudahkan monitoring terhadap bagian-bagiannya, serta menentukan penanggung jawab masing-masing elemen pada setiap tingkatan. Agar lebih jelas, di bawah ini diberikan contoh struktur WBS dengan kegiatan beserta identitas kode yang digunakan.

  • WBS (Work Breakdown Structure)
  1. Proyek Kantor 2 Lantai

1.A Pekerjaan Persiapan

1.B Pekerjaan Pondasi

1.C Pekerjaan Lantai 1

1.C.1 Pekerjaan Struktur

1.C.2 Pekerjaan Arsitektur

1.C.3 Pekerjaan Mekanikal/Elektrikal

1.D Pekerjaan Lantai 2

1.D.1 Pekerjaan Struktur

1.D.2 Pekerjaan Arsitektur

1.D.3 Pekerjaan Mekanikal/Elektrikal

1.E Pekerjaan Atap

1.E.1 Kuda-kuda Atap

1.E.2 Penutup Atap

1.F Finishing

  • Paket Kegiatan
  1. B. Pekerjaan Pondasi

B100 Pekeriaan galian Pondasi

B110 Pekeriaan pembesian Pondasi

B120 Pekerjaan bekisting Pondasi

B130 Pekerjaan pengecoran Pondasi

B140 Pekerjaan timbunan Pondasi

WBS tersebut menggunakan pengkodean berdasarkan tingkatan, yang berakhir sampai paket pekerjaan terakhir. Tingkat pertama adalah proyek perkantoran dua lantai. Untuk tingkat ke-2 yang terdiri atas pekerjaan pondasi, lantai satu, lantai dua, atap dan finishing, dibagi berdasar lokasi tempat pekerjaan, sedangkan tingkat ke-3 yaitu pekerjaan arsitektur, sipil dan mekanikal/elektrikal, pembagiannya berdasarkan spesifikasi pekerjaan.

Paket-paket pekerjaan terakhir yang berada pada tingkat ke-3 yaitu 1.B Pekerjaan Pondasi diuraikan menjadi unit-unit kegiatan dengan kode tertentu. Nantinya digunakan untuk menentukan anggaran biaya, alokasi sumber daya, penjadwalan waktu, program mutu serta pengendalian proyek.

 

Dosen Pengampu : Ibu Iis Rostiawati, S.E., M.M.

Source :

Husen, Abrar. 2011. Manajemen Proyek. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Rangkuman Mata Kuliah Manajemen Project Pertemuan 5

Penjadwalan Proyek

Penjadwalan atau scheduling adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk melaksanakan masing-masing pekerjaan dalam rangka menyelesaikan suatu proyek hingga tercapai hasil optimal dengan mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada. Makin besar skala proyek, semakin kompleks pengelolaan penjadwalan karena dana yang dikelola sangat besar, kebutuhan dan penyediaan sumber daya juga besar, kegiatan yang dilakukan sangat beragam serta durasi proyek menjadi sangat panjang. Oleh karena itu, agar penjadwalan dapat diimplementasikan, digunakan cara-cara atau metode teknis. Ada beberapa metode penjadwalan proyek yang digunakan untuk mengelola waktu dan sumber daya proyek. Pertimbangan penggunaan metode-metode tersebut didasarkan atas kebutuhan dan hasil yang ingin dicapai terhadap kinerja penjadwalan.

Waktu dan Durasi Kegiatan

Dalam konteks penjadwalan, terdapat dua perbedaan, yaitu waktu (time) dan kurun waktu (duration). Bila waktu menyatakan siang/malam, sedangkan kurun waktu atau durasi menunjukkan lamanya waktu yang dibutuhkan dalam melakukan suatu kegiatan, seperti lamanya waktu kerja dalam satu hari adalah 8 jam. Menentukan durasi suatu kegiatan biasanya dilandasi volume pekerjaan dan produktivitas crew/kelompok pekerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Produktivitas didapat dari pengalaman crew melakukan suatu kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya atau data base perusahaan. Sebagai contoh, kemampuan crew menyelesaikan pekerjaan dinding bata rata-rata adalah l0 m²/hari, maka produktivitas crew tersebut adalah l0 m²/hari, sedangkan volume pekerjaan dinding bata 240 m².

Durasi pekerjaan dinding bata :

= Volume pekerjaan/produktivitas crew

= 240 m²/10 m²/hari

= 24 hari

Bila produktifitas crew untuk pekerjaan galian tanah rata-rata adalah 3m³/jam, sedangkan volume pekerjaannya adalah 500m³, maka

Durasi pekerjaaan galian tanah :

= Volume pekerjaan/produktivitas crew

= 500m³/3m³/jam

= 166.67 jam

Bila 1 hari ~ 8 jam kerja

= 166.67 jam/8jam/hari = 20.83 hari

= 21 hari

Bagan Balok atau Barchart

Barchart ditemukan oleh Gantt dan Fredick W. Taylor dalam bentuk bagan balok, dengan panjang balok sebagai representasi dari durasi setiap kegiatan. Format bagan baloknya informatif, mudah dibaca dan efektif untuk komunikasi serta dapat dibuat dengan mudah dan sederhana. Bagan balok terdiri atas sumbu y yang menyatakan kegiatan atau paket kerja dari lingkup proyek, sedangkan sumbu x menyatakan satuan waktu dalam hari, minggu, atau bulan sebagai durasinya. Pada bagan ini juga dapat ditentukan milestone/baseline sebagai bagian target yang harus diperhatikan guna kelancaran produktivitas proyek secara keseluruhan. Untuk proses updating, bagan balok dapat diperpendek atau diperpanjang dengan memperhatikan total floatnya, yang menunjukkan bahwa durasi kegiatan akan bertambah atau berkurang sesuai kebutuhan dalam proses perbaikan jadwal. Penyajian informasi bagan balok agak terbatas, misal hubungan antar kegiatan tidak jelas dan lintasan kritis kegiatan proyek tidak dapat diketahui. Karena urutan kegiatan kurang terinci, maka bila terjadi keterlambatan proyek, prioritas kegiatan yang akan dikoreksi menjadi sukar untuk dilakukan.

 

Dosen Pengampu : Ibu Iis Rostiawati, S.E., M.M.

Source :

Husen, Abrar. 2011. Manajemen Proyek. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Rangkuman Mata Kuliah Manajemen Project Pertemuan 4

Manajemen Sumber Daya Manusia

Masalah sumber daya merupakan objek sekaligus subyek karena itu pengambilan keputusan mengenai kuantitas dan kualitasnya harus diperhatikan dengan cermat. Sumber daya manusia yang ada pada suatu proyek dapat dikategorikan sebaga tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Pembagian kategori ini dimaksudkan agar efisiensi perusahaan dalam mengelola sumber daya dapat maksimal dengan beban ekonomis yang memadai. Tenaga kerja/karyawan yang berstatus tetap biasanya dikelola perusahaan dengan pembayaran gaji tetap setiap bulannya dan diberi beberapa fasilitas lain dalam rangka memelihara produktivitas kerja karyawan serta rasa kebersamaan dan rasa memiliki perusahaan. Hal ini dilakukan agar karyawan tetap sebagai aset perusahaan dapat memberikan karya terbaiknya
serta memberikan keuntungan bagi perusahaan dengan keahlian yang dimilikinya. Adanya tenaga kerja tidak tetap dimaksudkan agar perusahaan tidak terbebani oleh pembayaran gaji tiap bulan bila proyek tidak ada atau jumlah kebutuhan tenaga kerja pada saat tertentu dalam suatu proyek dapat disesuaikan dengan jumlah yang seharusnya. Biasanya tenaga kerja tidak tetap ini dibutuhkan dalam jumlah yang cukup besar dibandingkan jumlah tenaga kerja tetap dengan tingkat keahlian sedang.

Diagram Linier Tangung Jawab Perusahaan

Diagram Linier Tanggung Jawab atau LRC (Linier Responsibility Chart) adalah suatu alat/informasi yang berfungsi sebagai alat komunikasi bagi personel proyek dalam menjalankan tugasnya, menampilkan tingkatan organisasi, hierarki personel dan tanggung jawabnya serta hubungan antar staf serta pimpinan

Peran LRC adalah mempermudah personel proyek dalam melaksanakan wewenang dan tanggung jawab mereka berdasarkan tampilan informasinya

Hierarki Organisasi Proyek
Kegiatan Pemilik Proyek Konsultan Perencana Konsultan Pengawas Manajer Proyek Site Manajer Site Engineer Pelaksana Logistik Administrasi keuangan
Menetapkan sasaran & tujuan proyek a e e f f f f f j
Menetapkan Kebijakan Proyek a e e f f f f f j
Perencanaan Proyek e a e f f f f f j
Pengawasan & Pengendalian Proyek h h a j j j j j j
Pembayaran Proyek a c b i j j j j j
Struktur Organisasi Pelaksanaan h h c a f f f f f
Administrasi Pelaksanaan d d c h i i i i a
Anggaran & Pelaksanaan d d d a f f f f j

Keterangan Wewenang dan Tanggung Jawab :

a. Tanggung jawab penuh

b. Memberi pengesahan

c. Memberi persetujuan/rekomendasi

d. Mengetahui

e. Memberi konsultasi

f. Melaksanakan

g. Mengawasi

h. Mendapat laporan

i. Membuat laporan

j. Terlibat membantu

 

Dosen Pengampu : Ibu Iis Rostiawati, S.E., M.M

Source :

Husen, Abrar. 2011. Manajemen Proyek. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Contoh Pohon Keputusan

Salah satu perusahaan peternakan ayam dihadapkan pada 2 pilihan proyek pembangunan kandang. Proyek pembangunan kandang pertama memiliki peluang keuntungan sebesar 20% dengan nilai keuntungan 56.000.000 Rupiah. Proyek pembangunan kandang kedua memiliki peluang keuntungan 25% dengan nilai keuntungan 31.000.000 Rupiah. Maka pohon keputusannya sebagai berikut:

EMV (Expected Monetary Value)

  • EMV Proyek Pembangunan Kandang 1 = (0.20×56.000.000)+(0.80×0) = 11.200.000
  • EMV Proyek Pembangunan Kandang 2 = (0.25×31.000.000)+(0.75×0) = 7.750.000

Setelah menghitung EMV kedua proyek pembangunan kandang maka yang akan dipilih adalah proyek pembangunan kandang dengan nilai EMV tertinggi maka yang dipilih adalah proyek pembangunan kandang 1.

 

Dosen Pengampu : Ibu Iis Rostiawati, S.E., M.M

Mata Kuliah : Manajemen Project